Senin, 09 Juli 2012

Pancasila Dalam Dunia Modern



Bangsa kita, kini dalam arena gobalisasi dan modernnisasi. Apakah Pancasila sebagai dasar Negara, mampu mengawal bangsa dan Negara Indonesia? Satu pertanyaan yang muncul dalam perbincangan. Sebagai dasar Negara,  pancasila dirumuskan untuk kemaslahatan rakyat Indonesia, plural dan majemuk

Modernitas mendorong masyarakat ikut menyelaminya, meski tidak semua masyarakat mempersiapkan. alhasil modernitas yang dikembangakan dunia barat belum cukup-kembang di tengah-tengah masyarakat, seiring kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi sejalan dengan kecanggihan teknlogi-teknologi yang baru, siap saji, dan dapat diperoleh dengan mudah. Konsumerisme dan hedonisme ditengarai bagian dari hambatan pola  pikir  masyarakat, untuk lebih kretif dan imajinatif, sehingga daya saing bangsa-negara kita ini ditengah-tengah gobalisasi tidak tertinggal.

Tentu pancasila dan Negara sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang memiliki esensi nilai-nilai budaya luhur dari masa-kemasa. Mengusung keberagaman dan kebersamaan. Mendorong kemajuan bangsa, dan Negara dalam memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Maka semestinya  masyarakat peka terhadap pacasila. Nilai-nilainya dapat memberikan ruang dalam kelanjutan kehidupan, mampu membuka cakrawala baru, meberikan azas dan pendirian dalam ranah modrenitas, menerobos ruang dan waktu, menghingakan sekat antar etnis, ras, budaya dan agama. 

Tidak dapat dipungkiri, modenitas bagian perekat antar sekat, dimensi yang tak terjaamah selama ini, kian waktu seakan tanpa batas, yang jauh main dekat, tak tampak kian namapak. Kehebatan ketnologi dimasa modern bagian dari pembangunan keberadaban manusia dimuka bumi, oleh karenanya bangsa dan Negara tentunya harus mengusung kearah kemajuan, keterbaruan dan kecangihan, meski tidak harus menghilangkan norma-norma dasar Negara.

Kemajuan
Perubahan dan harapan bangsa ini dirasakan dan diharapkan lebih baik, guna berlangsungnya keamanan dan kenyamanan dalam segala aspek. Aspek pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial dan politik dan budaya. Tentu masyarakat ingin, bangsa-negara ini, dapat dipandang oleh Negara-negara lain, sebagai bukti eksistensi masyarakat majemuk dan dinamis. 

Berbagai inovasi terus digalakan, mulai dari ide-ide kreatif, imajinatif, solutif, agar dapat diperkaya bisa dimanfaatkan buat masyarakat secara umum dapat menikmati hasil olah anak negeri, serta tentunya menjadi ispiratif, bagi sebagian masyarakat yang memiliki potensi, akan tetapi sering kali mereka masih tertidur dalam kenyamanan atau kegetiran kehidupan. 

Sering kalai mereka yang memiliki potensi, namun belum diperdayakan dan dioptimalkan. Disebabkan, karena dukungan dan fasilitas tidak ada. Para kreatifator, baik yang dilakukan oleh bangsa kita sendiri, maupun menjalin kerjasama dengan Negara luar yang sering diadakan oleh pemerintah diharapkan dapat menularkan semangat, bagi masyarakat, khususnya generasi muda pewaris moderitas.

Gaya kebarat-baratan  (westernisasi), tanpa disadari telah merasuki dan menempati, apa yang dinamakan tradisi. Berbagai kalangan kini berduyun-duyun mengaplikasikan dalam setiap keadaan. Tentu tindakan ini seakan-akan memaksa, mengintimidasi dan menelanjangi tradisi keindonesiaan, meski perlawanan sebagain kalangan untuk menyeimbangkan, dengan berbagai cara bermunculan dan terus digaungkan. Kebaruan dan kecangihan barat, memang patut diakui. Seiring persaingan global yang luas, dan melebar, barat dapat mengoyak sendi-sendi kelemahan dunia-dunia lain. Menyusup dan menjajah dengan melalui kekuasaan ekonomi, apa yang disebut ekonomi liberal dan sebagainya.

Menghunus dan mengorek kehidupan secara keseluruhan masyarakat bangsa ini. Melakukan pola-pola baru, image baru yang sering kali kita mudah terpedaya dengan tampilan, mudah terheran-heran, kagum dengan kehebatan mereka. Nyatanya tanpa disadari dibalik itu semua, berdampak buruk. Kita lihat, berapa banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) luar negeri yang berada di Indonesia. Alih-alih kegiatan sosial, justru sebaliknya mereka meyusun strategi, mencari potensi dan memotrait kelemahan. Kita patut mencurigai. Wacana ini sering kita dengar ungkapan-ungkapan para tokoh-tokoh besar Indonesia ini. Contoh lain gerakan separatis yang sering kalai muncul di bagian timur, kalau bukan dukungan mereka. 

Kehebatan kita adalah seringkali menganggap dunia barat paling hebat, maha sempurna, kagum dan mudah terheran-heran. Dari mulai gaya hidup, gaya bersosial, semuanya berkiblat kepada Barat. Dalam dunia akademis juga rupanya demikian, teori-teori barat diadopsi dalam penerapan kultur Indonesia. Kita sepakat ada benarnya mengakui teori-teori tersebut. Namun tidak semua teori cocok dengan kultur keindonesiaan. Mereka sangatlah pandai dalam tipu muslihat. Coba teori-teori yang kita pahami selama ini, manusia berasal dari kera misalnya. Ternyata teori ini, Darwin, teori bohong. Contoh lain, kita kenal penemu matematika asal barat, ternyata penemunya berasal dari Timur Tengah, yang mampu memiliki keahlian seratus disiplin ilmu, Al Khawarizmi. Contoh untuk membuka tabir sesungguhnya, sehingga bangsa kita lebih percaya diri, dan menjadi dirisendiri sesuai tradisi keindonesiaan bukan tradisi kebarat-baratan.

Fobia barat kian hari-kian nampak, sejak anak-anak hingga orang dewasa. Penyederhanaan tradisi baru, memang dipersilahkan, mudah dan dapat diterima bila masuk dalam ranah ketimuran yaitu keindonesiaan. Tradisi yang seperti apa, yaitu tradisi yang dapat mengakat nilai-nilai agama, ras, entnik budaya.  Inilah yang dianut bangsa Indonesia, sejak dulu dan hingga kini seharusnya kita jaga. Dan semestinya kita ini bagsa yang beruntung, ketibang bagsa lain-masih mencari rumusan dasar Negara. Pacasila dasar Negara kita, tegas dan lugas.    

Moralitas yang diajarkan pancasila sangat elegan dan relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjung-jung tinggi bahwa Tuhan di atas segalanya. KeEsaan Tuhan merupakan kenbenaran yang Haq, nyata dalam kehidupan. Kemanusian yang Adil dan Beradap sebagai bentuk keadilan, mencerminkan karakter mayasrakat Indonesia berbangsa dan bernegara.

Persatuan Indonesia bentuk kebersamaan dalam mengusung kemandirian bangsa secara terus-menerus tanpa lehan dan letih. Mengarahkan dan menyadarkan lapisan masyarakat sebagai wujud dan kepedulian-kesadaran sabab-musabab dari kebersamaan demi kemerdekaan agar sadar berangkat dari penindasan
Berpijak pada kemerdekanan. Bersama-sama kita maju, memilih dan memilah, mengusung bentuk-bentuk peraturan guna kemajuan bangsa, sehingga keadilan sosial dapat terwujud dan dirasakan segenep bangsa. Keterpurukan ekonomi kita bangun bersama, aspirasi masyarakat bagaian dari unsur pembagunan kebijakan demi kemajuan dan kesejahteraan. 

Kepedulian
Kepedulian sangat diharapkan dalam meningkatkan mutu. Mutu pemersatu dalam berbagai hal positif. Membangun, mendirikan, menyatukan prinsip-prinsip dasar bernegara dan berbangsa melalui peningkatan harkat dan martabat. Pendidikan bermutu, kwalitas semakin dimaksimalkan pemerataan ekonomi semakin diterapkan. Hal demikian itu butuh tindakan konkrit. Oleh sebab itu, pemerintah wajib turun tangan merangkul problem tersebut. 

Persoalan meningkatkan yang lebih baik harus ditanam, jangan sampai perubahan keindonesiaan menjadi kebaratan memporak-porandakan tatanan konstruktif berbangsa dan bernegara. Butuh gasan- gagasan rasional, guna membentengi arus globalisasi dewasa ini. Kita siap menyapa dunia internasional untuk menunjukan kiprah bangsa Indonesia. Tapi juga jangan tingalkan dan jangan lupakan wawasan nasional bahkan wawasan kedaerahan masing-masing individu yang mampu menhantarkan kita hidup hingga kini dalam kemajemukan.

Tersenyumlah, bangga memeluk erat kebinekaan bangsa kita, Indonesia. Jagalah keragaman yang telah dituangkan dan ditularkan para founding fathers kita. Ia, mencita-citakan dalam visi dan misinya menjadi bangsa yang adil dan beradap, makmur, sejahtera dan mampu bersatu. Ibu pertiwi menangis bila kita sebagai generasi muda dalam ranah arus globalisasi tertinggal jauh oleh Negara lain, dan lupa akan pesan-pesan serta wejangan dan nasihat-nasihat para pendiri bangsa, yang tertuang dalam pancasila. Mari kita lakukan semampu kita, menurut keahlian serta semangat kita dalam perbedaan. Ironis bila pancasila itu dilupakan. Alangkah baiknya, nilai-nilai yang terkandung dalam wasiat dan doa para pendiri bangsa, kita aplikasikan dalam mengarungi dunia modern saat ini. 

Oleh sebab itu sangatlah wajar menyikapi perubahan yang musti kita terima, denga senyum, sapa dan lapang dada, serta bijak sana. Tidak membenci dan tidak menjauh dari semua yang ada, dan kenyataan dalam dunia modern saat ini. Mari kita berkopentensi menjunjung tinggi, menciptakan inovasi, serta aktualisasi diri dalam menjunjung tinggi keindonesiaan. Semua bisa dilakukan oleh segenap elemen masyarakat, dari hal sekecil mungkin untuk ikut membangun bangsa dan Negara agar lebih maju.


  


Sabtu, 07 Juli 2012

Sunan An-Nasa’


A. Nama, kelahiran dan Wafat.
Nama lengkapnya: Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani An-Nasa’i. lahir didaerah Nasa’I pada tahun 215 H. Nama Imam An-Nasa’I dinisbatkan pada nama sebuah daerah bernama Nasa’ diwilayah Khurasan yang di sebut juga dengan Nasawi disebut dalam Mu’ja, Al-Buldan bahwa daerah tersebut dinamakan Nasa’ bermula dari kisah perjalanan kaum muslimin dalam menyebarkan agama Islam
Pada waktu itu kaum muslimin telah berhasil memasuki kurasan. Ketika mereka hendak melanjutkan misi mereka memasuki daerah berikutnya, maka kamum lelaki penduduk setempat yang telah mendengar kedatangan kaum muslimin dalam jumlah besar berlari menyelamatkan diri meninggalkan daerah tersebut sehingga penduduk yang tersisa hanya kamum perempuan
Tatkala kamum muslimin sampai daerah itu dan mereka hanya menjumpai kaum perempuan tanpa ada kaum laki, maka sebagian kaum muslimin berkata.”mereka semua adalah An-Nisaa (kaum perempuan) dan kaum perempaun tidak boleh diperangi.
Pleh sebab itu. Maka biarkanlah mereka sampai suamai mereka kembali lagi.” Akhirnya, kaum muslimin pun berlalau meninggalkan daerah tersebut dan menamakan daerah itu Nasa’ yang artinya kaum perempuan. Namun menurut istilah bahasa yang benar, nama Nasa’, tapu Nisa’I atau Niswa
Beliau wafat pada hari Senen, tanggal 13 Bulan Syafar, tahun 303 H. (915 M) di al-Ramlah. Setahun sebelum ia meninggal dunia, ia pindah dari Mesir ke Damaskus. Di kota inilah beliau menulis kitab al-Khasa’is Ali bin Abi Talib (Keistimewaan Ali bin Abi Talib) yang di dalamnya menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Ali bin Abi Thalib menurut hadis. Ia menulis kitab ini, agar penduduk Damaskus tidak lagi membenci dan mencaci Ali. Ketika ia membacakan hadis-hadis tentang keutamaan Ali tersebut di hadapan orang banyak, beliau diminta pula untuk menjelaskan keutamaan Mu’awiyah bin Abi Syofyan. Akan tetapi ia dengan tegas menjawab bahwa ia tidak mengetahui adanya hadis yang menyebut keutamaan Mu’awiyah. Oleh pendukung Bani Umayyah ia dianggap berpihak kepada golongan Ali bin Abi Talib dan menghina Mu’awiyah, karena itu ia dianiaya dan dipukuli oleh pendukung Bani Umayyah. Ada yang menyebutkan, bahwa dalam kepayahan dan keadaan sekarat akibat penganiayaan tersebut, ia dibawa ke negeri Ramlah-Palestina dan meninggal di sana lalu dikuburkan di Damaskus. Namun menurut versi yang lain dan inilah yang paling banyak dianut orang bahwa beliau dibawa ke Mekkah, kemudian dikuburkan di antara Safa dan Marwa di Mekkah. Ia meninggal pada Tahun 303 H. atau 915 M. dalam usia 85 atau 88 tahun.

B. Sifat-Sifatnya
Adz-Dzahabi berkata. Dia bermuka tampan biarpun sudah memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin, mempunyai empat istri dan senang memakan daging ayam. Dia adalah seorang syiakh yang berwibawa, bermuka cerah, ringan tangan dan berbudi luhur.” Sebagian muridnya berkata.”Abu Abdirrahman meminim perasaan anggur untuk mencerahkan mukanya
Ia juga dikenal sebagai orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah baik pada waktu malam maupun siang hari, melaksanakan ibadah puasa sunat dan puasa dawud dengan satu hari puasa dan tidak berpuasa pada hari berikutnya secara berselang seling terus menerus, serta melakukan haji secara kontinyu setiap tahunnya. Begitu juga dalam berjihad (perang), juga selalu beliau ikuti bersama-sama dengan umat Islam. Ketika terjadi peperangan di Mesir, beliau turut serta dalam membela agama Islam dan sunnah Nabi bersama-sama dengan Gubernur Mesir dengan mencurahkan segala daya intelektualnya dan keberaniannya. Dalam suasana peperangan tersebut, beliau masih sempat meluangkan waktu untuk mengajarkan hadis Nabi SAW kepada Gubernur dan para prajurit. Dengan modal keberanian dan keteguhan hati beliau inilah, beliau berhasil menjadi ulama yang “besar”, dengan tetap selalu menyebarkan ilmu dan pengetahuan pada masyarakat.

C. Guru dan Murid-Muridnya
Guru-gurunya: ibn As-Subki berkata guru imam an-Nasa’I antara lain; Qutaibah bin Said Rahawih, hisyam bin Ammar, Isa bin Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Suwaid bin Nashr, Abu Kuraib, A’la. Disamping mereka ini, masih banyak yang lain, baik mereka yang di Khurasan, Irak, Syam, Mesir, Hijaz dan Jazirah.
Murid-muridnya: Al-Hafizh berkata, “orang yang meriwayatkan dari an-Nasa’I antara lain; seorang anaknay bernama Abdul Karim, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ishaq As-Sunni, Abul Hasan bin Al-Khodhr Al-Asyuthi, Al-Hasan bin Rusyaiq Al-Askari, Abul Qasim Hamzah bin Muhammad bin Ali Al-Kannani Al-Hafizh, Abul Hasan Muhammad bin Abdillah bin Zakaria bin Hayawaih, Muhammad bin Muawiyah bin Al-Ahmar, Muhammad bin Qasim Al-Andalusi, Ali bin Abi Ja’far Ath-Thahawi dan Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Muhadis. Mereka adalah perawi sunan An-Nasa’i
Termasik murid Imam An-Nasa’I adalah Abu Basyar Ad-Dulabi (teman Imam An-Nasa’i), Abu Awwanah, Abu Ja’far Ath-Thahawi, Abu Bakar bin Al-Haddad Al-Faqih, Abu Ja’far Al-Uqaili, Abu Alo bin Harun, Abu ali An-Naisaburi Al-Hafizh dan masih banyak yang lain.
D. Pengakuan Ulama Hadis atas kapasitas Keilmuanya
Abu Abdillah Al-Hakim Al-Hafizh. “aku telah mendengar Abu Ali Al-Husain bin Ali Al-Hafizh berkata. ‘Imam An-Nasa’I adalah Imam kaum muslimin dan imam dalam bidang hadits.
Al-Hakim juga berkata, ‘Abu Ali memberitahukan kepada kami, ia berkata, “Abu Abdirrahman An-Nasa’I merupakan imam dalam bidang hadits tanpa diragukan lagi.
Dalam kesempatan yang lain, Abu Ali berkata, ”Aku telah melihat dinegriku dan dalam perjalanan kehidupanku terdapat empat orang imam dalam bidang hadits. Dua orang di Naisabur, yaitu Muhaammad bin Ishaq dan Abdorrahman An-Nasa’I di Mesir dan Abdan di Ahwaz.
Abu Abdillah Al-Hakim Al-Hafizh berkata, aku telah mendengar Ja’far bin Muhammad bin Al-Harits berkata. ‘ aku telah mendengar makmun Al-Mashri Al-Hafizh berkata, “kami telah keluar bersama Abu Abdirrahman An-Nasa’I ke daerah Thursus pada tahun Al-Fida (tebusan) ri Tursus itu berkumpul para ulama huffazh semisal Abdullah bin Ahmad bin Hambal, Muhammad bin Ibrahim Murabba, Abu Adzan dan Kailah unutk menetukan siapakah yang berhak menjadi wakil mereka. Dengan pemeilihan menulis nama, akhirnya mereka sepakat memilih Abu Abdirrahman An-Nasa’i
Ibn Artsir berkata, Imam An-Nasa’I mengikuti madzhab Syafi’I. oleh karena itu, dia mempunyai karya kitab Manasik’ala Madzdhab Asy-Syafi’i. dia juga seorang yang wira’I, sanggat hati-hati dan selektif
Al-Qasim al-Mutarrir berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang Imam atau dapat juga dikatakan bahwa beliau berhak untuk dianggap sebagai seorang imam dalam bidang ilmunya.
Al-Hafiz Abu Sa’id bin Yunus berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang ulama yang telah diakui keilmuannya, ke-siqah-annya dan kekuatan hafalannya.
Al-Khalili berkata bahwa al-Nasa’i adalah seorang yang hafiz mutqinun, telah diakui kekuatan hafalannya dan kepintarannya, dan pendapatnya sangat diandalkan dalam ilmu jarah dan ta’dil.
Al-Zahabi: al-Nasa’i adalah ulama yang padanya terkumpul lautan ilmu, disertai pemahaman dan kepintaran, dan sangat kritis terhadap seorang rawi serta mempunyai karangan yang sangat baik, dan banyak berdatangan para hafiz kepadanya. Selanjutnya beliau mengatakan juga bahwa tidak ada di antara tiga ratus orang yang lebih hafal selain dari an-Nasa`i karena dia merupakan orang yang paling tajam pengetahuannya dalam bidang hadis, paling tahu mengenai cacat hadis dan rawi yang meriwayatkannya jika dibandingkan dengan Muslim, Abu Dawud, Abu ‘Isa, serta dia merupakan penolong bagi kesamaran dan ketidakjelasan yang ada pada al-Bukhari dan Abi Zur’ah.

E. Karya-karyanya
• Al-Khasaha’ish
Ibn Hinzabah Al-Wazir berkata, “akutalh mendengar Muhammad bin Musa Al-Makmuni, sahabat Imam An-Nasa’I berkata,” aku telah mendengar ada sekelompok irang yang tidak percaya apa bila Imam An-Nasa’I mempunyai karya Al-Khasha’ish yang memuat kelebohan-kelebihan Ali bin Abi Thalib. Permasalahan yang di ingkari Imam An-Nasa’I dalam hal ini adalah menulis hadis tentang keutamaan-keutamaan yang dimiliki Muawiyah atas Ali bin Abu Thalib. Padalah, tidak dapat disangkal lagi bahwa Ali adalah manusia paling utamasetelah Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum. Ali adalah orang keempat dalam keutamaan dan kekhalifahan dari umat Islam ini secara keseluruhan
• As-sunnan Al-Kubra
Kitab ini telah diterbitkan Darul Kutub Al-Ilmiah setelah ditahqiq Doktor Abdul Gaffar Sulaiman Al-Bundari dan Sayid Kasrawi Hasan. Penahqiq kitab berkata,” kitab As-sunan Al-Kubra ini memuat lebih daridua puluh kitab (judul pembahasan) yang tidak disebutkan dalam kitab Al-Mujtaba. Ketika kitab As-Sunan Al-Kubra dan Al-Mujtaba dikomparasikan, maka ada beberapa hal yang tidak disebutkan dalam Al-Mujtaba,tetapu disebutkan dalam As-Sunan Al-Kubra. Namun, hal ini tidak selamanya begitu, karena Imam An-Nasa’I telah mencantumkanbbeberapa ta’liq dan beberapa hadits dalam Al-Mujtaba yang tidak dicantumkan dalam kitab As-Sunan Al-Kubra. Yang memuat 5.671 hadits yang termasuk dalam Kutubu As-Sittah
• Al-Mujtaba
Kitab ini dalah karta Imam An-Nasa’I yang termashur. Sedang syarah kitab yang paling terkenal adalah syarah yang dilakukan Jalaluddin As-Suyuthi dengan Haisyiyah As-Sanadi cetakan Darul Kutub Al-Ilmiah
• Tafsir An-Nasa’i
Imam An-Nasa’I juga memiliki karya yang lain sebagaiman disebutkan Fu’ad Sazkin dalam tarikh At-Turats yang diantaranya adalah’ Ash-Dhu’afa wa Al-Matrukin, Tasmiyatu Fuqaha’ Al-Amshar min Ashabi Rasulillah wa Man Ba’dahu min Ahli Madinah, Tasmiyatu Man lam Yarwi’anhu illa Rajul Wahid,’Amal Al-Yaum wa Al-Laolah dan kitab Al-Jum’ah. Sebagian kitab ini telah di cetak dan beredar dimasyarakat. Wallahu A’lam
F. Syaratnya dalam Sunan Al-Kubra dan Al-Mujtaba
Abu Amr Ash-Shalah telah mngatakan dalam kitab Miqaddimahnya dari Abu Abdillah bin Mandah bahwasanya ia pernah mendengar Muhammad bin Sa’ad Al-Barudi di Mesir berkata, ‘ diantara madzhab Abu Abdirrahman An-Nasa’I adalah meriwayatkan haids dari perawi yang para ulama ahli hadits tidak sepakat meninggalkan hadits riwayatnya
Ayarat Abu Abdirrahman An-Nasa’I ini sebagaimana syarat yang telah ditetapakan Abu Dawud. Atas semua ini, Al-Iraqi telah mengisyaratkan dalam kitabnya
Madzhab An-Nasa’I meriwayatkan orang yang tidak sepakat
Para ulama meninggalkanya yang mana madzhab ini adalah madzhab yang agak longgar
Perkataan Al-Iraqi, madzhab Imam An-Nasa’I longgar” adalah tidak menghendaki ijma’ secara khusus. Hal ini berbeda dnegan pengertian Ibn Hajar bahwa’ madzhab Imam An-Nasa’i longgar” adalah menghendaki ijma’ secara khusus. Alas an Ibn Hajar adalah bahwa setiap kritikus perawi hadis dalam setiap thabaqahnya itu tidak lepas dari Mutasayaddid (keras atau ketat) dan Mutawassuth (moderat).
Termasuk thabaqah Mustasyaddid yang pertama adalah syu’bah ketat. Kedunay adalah yahya bin Said Al-Qaththan dan Ibnu Mahdi dengan criteria Ibnu Qathtahan lebih ketat. Ketiganya adalah yahya bun Ma’in dan Ahmad bin Hmabal dnegan criteria Ibn Main auh lebih ketat.
Iamam An-Nasa;I berkata, “dalam kitabku ini, aku akan meriwayatkan dari perawi hadits sepanjang para ulama ahli hadits tidak bersepakat untuk meninggalkanya
Contoh misalkan” apa bila seorang perawi menurut Ibn Mahdi tsiqah, sedang menurut Yahya bin Saud Al-Qaththan dhaif, maka perawi yang demikian ini tidak aku tinggalkan karena Yahya Al-Qaththan adalah kritukus yang mutasyaddid. Dengan demikian halnya, maka dalam hato seseorang dengan cepat akan mengatakan bahwa madzhab Imam An-Nasa’I adalah muttasa (cenderung longgar). Padahal, sebenarnya tidak demikian. Dalam kenyataanya dia tidak banyak meriwayatkan dari para perawi yng telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Bahkan lebih dari itu, Imam An-Nasa’I juga tidak meriwayatkan hadits sebagai perawi shahihain
Ahmad bin Mahmud Ar-Ramli berkata,”aku telah mendengar Imam An-Nasa’I berkata, “kerika kau berniat hendak mengumpulkan hadits dalam kitabku ini, maka aku beristiharah terlebih dahulu unutk memohon petunjuk dari Allah SWT.dalam meriwayatkan beberapa hadits dari beberapa perawi. Hal itu aku tempauh karena pada perawi hadits tersebut dapat sesuatu mengganjal dalam hatiku. Padahal akhirnya, aku lebih memilih untuk tidak meriwayatkanya, padahal hadits tersebut sudah akau miliki dnegnas anad yang ‘ali”
Olehkarena itu An-Nasa’I dalam meriwayatkan Sunan An-Nasa;I lebih mendekati shahih daripada kitab-kitab hadits yang lain. Dan juga kitab kary Imam An-Nasa’I ini adalah kitab paling bagus dan paling teratur di antara kitab As-Sunan uang lian. Susunan dalam Sunan An-Nasa’I menggunakan metode penggabungan antara Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim ditambah banyak keterangan tentang illat hadits.


KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan
• Imam An-Nasa’I bukan saja dalam ahli hadis. Tapi, juga ahli fiqih dan juga ahli biografi sehingga mampu menulis tantang keagungan Ali bin Abi Thalib.
• Imam An-Nasa’I juga menulis kitab, diantara kitab yang agung adalah kitab Sunan An-Nasa’I yang merupakah revisi dari kitab sebelumya yaitu Al-Kubra yang isinya masih tercampur dengan hadis-hadis dhaif belum di seleksi, oleh sebabnya dengan Sunan An-Nasa’I telah terkumpul dengan hadits-hadits yang shahih.
• Dengan keagungan kitabnya, Imam An-Nasa’I di akui sebagai orang ulama hadits yang kompeten dan sanggat berhati-hati dalam memilah hadits. terbukti dari pengakuan para ulama dan murid-muridnya.



DAFTAR PUSTAKA
60 biografi ulama salaf. Jakarta:pustaka Al-Kautsar,2006
Ensiklopedi Islam. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996 Ash-Shiddieqi, TM. Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Yakub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000

.

Peran Media Dalam Mengawal Demokrasi


Era demokrasi yang dibangun bangsa ini tidak lepas dari kontribusi elemen masyarakat pada umunya. Terutama media. Media dalam sejarah telah mencatat berbagai peristiwa yang mampu membangun sistem masyarakat dengan baik. Tanpa media, perjalanan bagsa ini menuju demokrasi amat sulit.
Peran media dalam kehidupan sehari-hari sangat membantu masyarakat dapat memahami keadaan Negaranya. Media mampu menyajikan beragam informasi yang dikemas sedemikin rupa baik yang cetak ataupun elektronik semunya agar dapat dimanfaatkan oleh khalayak. Akan tetapi sering kali informasi yang disajikan, tidak sedikit yang membingungkan masyarakat.
Media dalam era demokrasi mampu meyuplai aspirasi masyarakat umum untuk Negara, sehingga pimpinan negara dapat melihat dan berkomunikasi, apasih kebutuhan yang diharapkan masyarakat? Tanpa media bangsa ini tidak bisa maju. Seluruh aspek kehidupan didorong oleh media, media penyampaian berita, baik ekonomi, politik, keamanan, kewirausahaan, kebutuhan sehari-hari dan beragam kebutuhan lain mampu terjamah.
Masyarakat pada umumnya sudah terbiasa dan terbuka dengan berita-berita di media, bahkan mampu mengolah jenis berita,  sampah atau berita yang bermaanfaat. Masyarakat kita sudah kritis dengan beragam berita yang disajikan setiap jam bahkan setiap menit. Di sinilah problematika mulai bermunculan, kebebasan media sejak reformasi menumbuhkan banyak polemik di masyarakat.
Mungkin kita masih teringat semasa Orde Baru, tidak ada media yang berani terang-terangan memberitakan hal-hal yang kurang mendidik disiarkan secara terbuka dibandingkan dengan sekarang, berita kriminalitas diberitakan secara terbuka padahal dibalik itu ada hal lain secara tidak langsung mengajarkan pola/cara berbuat kejahatan “yang harus dilakukan seseorang berbuat jahat adalah seperti ini”, itulah bahasa lain dari berita yang tidak pantas diberitakaan. Tanpa disadari, itu merupakan bagian pengajaran. Namun disisi lain, yang perlu ditekankan masing-masing individu dapat memilih dan memilah mana yang bermanfaat dan tidak.

Kepentingan
Peran media seharusnya mampu mengawal kepemimpinan menuju demokrasi. Akan tetapi, seringkasi justru tidak mampu dapat bekerja secara optimal. Independensi media seringkali terselimuti kabut kepentingan politik. Media sering kali dijadikan alat politik oleh para petinggi Negara, padahal demokrasi yang harus dikawal. Memang seharusnya adalah, media mampu mengontrol jalanya pemerintahaan, meski tidak menapikan ada partai politik. Parpol sebagai alat menuju demokrasi merupakan satu syarat sebagai lembaga resmi dalam sebuah politik. Akan tetapi, media pun juga rupanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu dapat mampu mengawal politik. (baca: parpol)
Kiranya media yang ada di negara ini, hingga kini belum sepenuhnya dapat bekerja dengan sendiri sebagai wadah dan corong penyampaian aspirasi masyarakat. Buktinya justru sebaliknya, media yang menjadi alat kontrol politik, bukan sebagai alat pengontrol politik-pemerintah. Media sebagai wadah tempat keluh kesah problematika masyarakat yang dialamai. Corong merupakan alat untuk menyuarakan kepada pemerintah agar keingin yang diimpikan dapat didengar dan diketahui oleh pejabat Negara. Sebaliknya media juga sebagai corong penyambung lidah pemerintah kepada masyarakat.
Ada kecenderungan memang, bahwa siapa yang kaya, pasti dapat kedudukan yang tinggi. Realita sudah jelas bahwa pemilik media besar saat ini mampu tampil lebih familier di tengah-tengah masyarakat ketimbang pemimpin atau calon pemimpin yang tidak memiliki alat media.
Seorang calon pemimpin sangat membutuhkan rumusan yang disebut marketing politik dan manajemen publisitas. Marketing politik tersebut, paling tidak setiap para calon pemimpin pandai merumuskan sebagai wacana, akan tetapi pada umunya untuk mewujudkan sangatlah sulit, terkecuali pemilik media dan pemodal. Sulit dibayangkan bila sedikit modal. Kesulitan ini karena mahalnya biyaya iklan dimedia, bandingkan dengan calon pemimpin yang memiliki media, dia sangatlah mudah untuk tampil memperkenalkan dirinya. Hal ini seakan menjadi ajang kompetensi bagi para calon, siapa yang sering muncul di media elektronik atau media cetak, dia banyak pendukungnya impikasi dari pada media effect (baca :Lilleker 1962)
Menurut (Morlino:2004) dikutip dari sumber UNDIP.ac.id, paling tidak ada tiga hal penting dalam demokrasi, pertama adalah kualitas hasil yang terkait dengan kempuan memberikan yang terbaik kepada rakyatnya. Kedua mengeni kuantias, berkenaan dengan kebebasan dan kesetaraan, dan ketiga pentingya peraturan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Lalu apakah negeri ini sudah masuk dalam ranah demokrasi? Secara alur iya, akan tetapi keinginan-dan harapan banyak semua pihak itu semunya belum terwujud.
Demokrasi yang terjadi seakan-akan kebablasan tidak mengenal batas-batas aturan, semunya mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspersi, hak azasi manusia semunya megatakan demokrasi padahal dibalik itu faktanya banyak kesalahan dan pelanggaran.
Alih-laih bebas berpendapat tidak sedikit orang yang mencela dan mencemarkan nama baik orang lain, hal ini seirng terjadi. Kebebasan berekspresi sebebas-bebasnya seakan tidak mengenal tradisi dan adat-istiadat, HAM terjadi dimana-mana tindak kekerasan yang memakan korban, seakan membonceng dalam lingkup demokrasi.
Mana peran media sebagai pengawas demokrasi, pengawas pemerintah, pengawas pejabat Negara. Partai politik nampaknya sudah tidak dapat diandalakan lagi. Politik kita sudah tidak sakral lagi, transaksional terbuka, lobi-lobi politikpun  penuh tipudaya sehingga masyarakat gamang dalam memilih para calon pemimpin Negara menuju demokrasi, hal itu bisa dirubah bila petinggi sadar akan perbuatan nyata bukan hanya saja perkataan belaka.

Netralitas
Masyarakat sangat berharap bagaimanpun juga, media tetap pada posisi dan pendirian yang tidak mudah goyah dengan iming-iming kepada pihak lain yang ingin menjadi bagian daripada kepentinganya. Apabila netralitas sudah tercampur dengan irama kepentingan maka yang akan terjadi media akan menajdi alat penindas, alat propaganda yang dapat mematikan kejernihan pikiran rakyat. Rakyak tidak mungkin mengetahu kenegaraan yang disiarkan oleh anggota DPR, itu sangat tidak mungkin, masyarakat sangat berhartap media sebagai penyambung lidah, mampu membangun masyarakat yang cerdas dan berdedikasi.
Netralitas dan independensi harus dipegang teguh jangan sampai lepas dari gengaman. Harapan masyarakat telah disatukan pada media sebagai kawan setia mengawal demokrasi bangsa ini. Media seharusnya mamapu merubah arah demokrasi menuju yang benar (absolute), bila salah media harus berani mgetakan hal itu salah, sebab cita-cita bangsa dan para pejuang negri ini menginginkan rakyatnya makmur sentosa, namun tidak dipungkiri setiap ada pejuang pasti ada penghiat. Apabila media menjadi alat, maka akan melahirkan industri politik yang semakin luas wilayah kerusakan dan kebobrokan. Pada akhirnya tidak mampu membangun imperium demokrasi hakiki. Pengertian “industry” bukan hanya industri media saja, akan tetapi industry politikpun kian marak, oleh karenanya biyaya politik pun akan semakin tinggi.
Masyarakat dewasa ini semakin pintar, akantetapi tentu kepintaranya berdasarkan aturan yang ada, tidak serta merta menolak dan mematahkan aturan yang tidak sesuai dengan keingin masyarakat. apabila hal demikian dilakukan dengan serampangan, akan merusak tatanan demokrasi. Olehkarenanya media yang menjadi senjata bagi masyarakat dapat menyuarakan aspirasi rakyat.

Masyarakat dan Minat Baca



Tangal 31 Mei ditandai sebagai hari jadi Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) dalam pengkalenderan yang diterbitkan Perpustakaan Nasional. Ironis memang, hari jadi tersebut tidak diketahui oleh banyak orang, hanya sebagian golangan masyarakat kecil saja yang peduli dan konsen dalam memprakarsai pergerakan tersebut. Sebetulnya hal ini harus diketahui oleh khalayak umum, untuk mendorong semangattisme masyarakat gemar membaca.
Rendahnya minat baca di masyarakat membuat kondisi bangsa Indonesia kian hari-kian terpuruk. Tertinggal oleh bangsa lain, meraka semakin hari-semakin berkembang dan maju. Pola pikir bangsa kita belum mencapai kemajuan, disebabkan salah satunya kebiasanan negatif dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih menyibukan pembicaraan yang kurang bermanfaat, diantarnaya banyak peduli pada urusan orang lain. Membicarakan kekurangan orang, sapaan yang kurang enak didengar, dan omong kosong atau (Omdo) mengambil istilah dari guru besar UI Prof. Sarlito. Ngobrol tanpa nilai positif, hal itu dianut sebagian orang hal biasa. Masih banyak omongan yang tidak ada manfaatnya dianggap suatu yang wajar . ini realita.
Alangkah baiknya bila bangsa kita setiap saat disibukan dengan membaca, entah di rumah, dalam perjalanan, ditempat umum, di mall dan di restoran selalu memanfaatkan waktu luang untuk menambah pengetahuan. Apasaja yang dapat dibaca, menurut Dr. Shiyali Ramamrita Ranganathan tokoh ternama asal India (1892-1972), Five laws of library science  lima hukum yang menjadi acuan diantaranya, pertama, Books are for use artinya buku untuk digunakan dan dimanfaatkan. Pemanfaatanya tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan jenis bacaan itu banyak, bahan bacaan yang sesuai bila ditempat umum diantaranya membaca Koran, majalah, tabloid, novel atau komik. Sedangkan untuk bacaan di rumah seperti hasil penelitian, biografi, sejarah, politik, atau filsafat.
 Kedua, Every reader his book bahwa setiap pembaca pasti ada bukunya, oleh sebab itu perlunya mengakses informasi baik buku cetak ataupun elektronik sebagai upaya menyelaraskan keinginan dan keseriusan dalam membagun kebiasaan membaca. Ketiga, Every book its reader yang artinya kurang lebih demikian, setiap pembaca ada bukunya, hal ini dianalogikan perkembangan dunia tulis menulis sejak jaman-kejaman terus bergulir dan berkembang. Perkembangan tersebut sejak jaman lisan-tulisan-dan kini jaman digital.  
Keempat Save the time of the reader menganjurkan agar hemat waktu dalam membaca, bukan berarti menyisakan waktu sibuk dengan urusan lainya sedangkan untuk membaca tidak dipikirkan. Tetapi memanfaatkan waktu yang ada sesuai kebutuhan pembaca, Artinya sesuai kebutuhan yang harus didahulukan.  Kelima Alibrary is a growing organism terahir bermuara pada sebuah perpustakaan sebagai organisasi yang berkembang, perpustakaan dapat dimiliki siapa saja bukan hanya kelompok, golongan atau pemerintahan namun lebih dari itu perpustakaan dapat diciptakan dirisendiri dengan istilah perpustakaan pribadi. Lihat saja orang-orang hebat, mereka diselimuti berbagai buku mengisi ruangan pribadinya. 
Jelas, tidak menutup kemungkinan apabila hal tersebut diterapkan benar-benar dalam kehidupan kita dan keluarga, bukan tidak mungkin lagi 10 tahun kedepan bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dalam segala hal.
Ungkapan tokoh timur tengah Ragib Sirjani, “sebab seorang tidak dapat menghafal semua ilmu yang telah ia peroleh karena memang tak ada jalan itu. Maka, buku merupakan perbendaharaan yang sangat baik guna menyimpan hal tersebut, kapan iya perlukan. Kalau bukan karena buku niscahya banyak ilmu yang hilang dan takkan ditemukan”.(Aqwam:2007). Untuk merumuskan masalah ini, ada tiga hal yang saling terkait, minat baca (reading interest), kebiasanaa membaca (reading habbit) dan kemampuan membaca (reading ability).
Ketiganya saling terkait satu dengan yang lain. Minat baca sebagai upaya psikologis untuk belajar secara terus menerus, sehingga pengetahun  seakan tak pernah terpenuhi. Kebiasaan membaca, akan lebih mudah bila kebiasaan ini dijadikan tradisi dalam diri dan keluarga serta lingkungan sekitar, sehingga atmosfir positif dapat dirasakan oleh orang lain.  
Selanjutnya semakin sering membaca, maka seseorang akan terlatih dan mahir dalam membaca. Seseorang dapat melahap buku setiap hari lebih dari lima judul bahkan lebih dari itu. Semua mungkin terjadi apabila kita memulai belajar sejara berkelanjutan.
Kurang Sosialisasi
Pemerintah kiranya belum maksimal dalam peningkatan minat baca di tengah-tengah masyarakat, lebih mementingkan urusan politik ketimbang membangun peradaban keterampilan membaca. Pemerintah asik dengan partai koalisi, perdebatan politik kian hari semakin tak karuan. Bagi pelaku pastinya asik. Penulis memimpikan bila bangsa ini disibukan dengan ilmu pengetahun dan berlomba dalam karya, sudah barang tentu kehidupan ini lebih tenang dan makmur sentosa.
Masyarakat hidup rukun, tentram, pikiran tengang serta jauh dari kekerasan yang belakangan ini menjadi kekerasan sosial. Kekerasan mengindikasikan bahwa pola pikir temperamental, cenderung apatis dan tidak memiliki kendali emosi yang baik. Seorang gemar membaca sudah semestinya dia punya manajemen emosional yang baik, polapikir matang secara logis dan mampu menerjemahkan ilmu-ilmu yang diperoleh baik dari bacaan buku maupun diperoleh dari alam.
Membaca, mengajarkan kesabaran dan ketekunan, membaca mengajarkan kredibilitas dan integritas, membaca dapat memahami dirisendiri terlebih orang lain. Namun kondisi dan kenyataanya, masyarakat demikian keras, tidak lunak dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tidak jauh dari sikap pemerintah, tentu penulis tidak subjektif, akantetapi objektivitas realitasnya demikian, para elit politik yang sering memberikan contoh kurang etis kepada masyarakat, ditambah kondisi politik yang carut-marut.
Hal ini dapat dilihat dan dirasakan diberbagai media, pemberitaan seakan diarahkan kesatu titik yaitu dunia politik. Saling serang satu dengan yang lain, politik oligarki, dan transaksional bukan politik demokrasi modern. Dinasti kepemimpinan masih kuat di negri ini, mereka para pungawa negara  bahkan diangapnya kemajuan duania baca seakan tidak begitu menarik bila di angkat dalam satu persoalan global. Mengapa demikian? Pertanyaan yang sering kali muncul dalam benak.
Seharusnya pemerintah secara terus menerus mencanangkan berbagai program, pendidikan secara meluas di tengah-tengah masyarakat dalam meningkatkan minat baca semenarik mungkin. Bukan hanya kelompok kecil saja bersuara lantang meningkatkan minat baca, namun tak diperhatikan. Pemerintah sebaiknya mulai terbuka dengan persoalan ini, marilah sama-sama meningkatkan dan menyelesaikan persoalan ini agar bangsa kita kedepan dapat dipandang bangsa lain. 
Bercermin Pada Masa Keemasan
Bila ingin maju, bangsa ini perlu bercermin pada  masa keemasan Islam ( the golden ages of Islam), peradaban ilmu pengetahuan padam masa dinasti Abassiyah dibawah kepemimpinan Harun Al-Rayid (786-809M), (baca: sejarah peradaban Islam), mampu merubah sejarah keilmuan di atas bumi ini. Pergerakan besar-besaran dalam penerjemahan buku-buku dari bangsa Yunani pada masanya sangat gencar, buku-buku berbahasa Yunani kuno diterjemahkan dalam bahasa Arab sehingga muncul istilah filsafat Yunani dan filsafat Islam.
Para penerjemah lebih banyak sebagai pustakawan pada masa itu, kita kenal mereka para tokoh-tokoh Al-Ghozali, Ibnu Sina (sebutan orang barat: Aveciena) Al-Farabi, Ibn-Rusyd (sebutan orang barat: Averous), Ibn Miskawaih, Asy-Syabusti, al-Khawarizmi, penemu angka nol dalam ilmu matematika yang dikenal sekarang Algoritma. Para tokoh dikenal dunia barat sebagai orang-orang hebat yang diyakini keilmuanya hingga kini. Tanpa pergerakan besar-besaran oleh kalangan Islam, mungkin dunia takkan cerah seperti sekarang.
Pada masa itu sejarah mencatat dunia barat belum secerah sekarang, (renaissance), barat masih gelap gulita bagaikan malam tanpa penerangan. Penyebaran Islam merambah dunia barat hingga pada akhirnya barat mengalami perubahan hingga kini mengalami kemajuan.
Pada masa Abbasiyah perpustakaan terbesar Bait Al-Hikmah, mungkin bila di Indonesia seperti Perpustakaan Nasional yang memiliki tangung jawab pada masyarakat dan tangung jawab administratif langsung kepada presiden, karena merupakan non-departemen. Masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah, hidupnya makmur, politik dan militer stabil, perekonomian maju pesat, perdagangan, pertanian subur dan peternakan melimpah.
Bila bangsa kita bercermin sejarah yang ada di atas, bukan mimpi yang mustahil bisa bangkit dari keterpurukan yang sekarang alami, kegelisahan berubah menjadi ketenangan, kecemasan berubah menjadi ketenteraman, kesombongan menjadi kesahajaan, dan kebencian menjadi kasih sayang.
Penulis yakin bila kita bangsa Indonesia mau berubah, pasti ada jalan. Tuhan sang pencipta alam semesta memberikan hamparan yang luas, disanalah terbentang jalan yang lurus, dalam Al-Qur’an “Iqra” yang artinya “bacalah” berawal dari baca, semua akan tampak didepan mata. Yakinlah!