Tangal
31 Mei ditandai sebagai hari jadi Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM)
dalam pengkalenderan yang diterbitkan Perpustakaan Nasional. Ironis memang,
hari jadi tersebut tidak diketahui oleh banyak orang, hanya sebagian golangan
masyarakat kecil saja yang peduli dan konsen dalam memprakarsai pergerakan
tersebut. Sebetulnya hal ini harus diketahui oleh khalayak umum, untuk
mendorong semangattisme masyarakat gemar membaca.
Rendahnya
minat baca di masyarakat membuat kondisi bangsa Indonesia kian hari-kian
terpuruk. Tertinggal oleh bangsa lain, meraka semakin hari-semakin berkembang
dan maju. Pola pikir bangsa kita belum mencapai kemajuan, disebabkan salah
satunya kebiasanan negatif dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih
menyibukan pembicaraan yang kurang bermanfaat, diantarnaya banyak peduli pada
urusan orang lain. Membicarakan kekurangan orang, sapaan yang kurang enak
didengar, dan omong kosong atau (Omdo) mengambil istilah dari guru besar UI
Prof. Sarlito. Ngobrol tanpa nilai positif, hal itu dianut sebagian orang hal
biasa. Masih banyak omongan yang tidak ada manfaatnya dianggap suatu yang wajar
. ini realita.
Alangkah
baiknya bila bangsa kita setiap saat disibukan dengan membaca, entah di rumah, dalam
perjalanan, ditempat umum, di mall dan di restoran selalu memanfaatkan waktu luang
untuk menambah pengetahuan. Apasaja yang dapat dibaca, menurut Dr. Shiyali
Ramamrita Ranganathan tokoh ternama asal India (1892-1972), Five laws of library science lima hukum yang menjadi acuan diantaranya, pertama, Books
are for use artinya buku untuk digunakan dan dimanfaatkan. Pemanfaatanya
tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan jenis bacaan itu banyak, bahan
bacaan yang sesuai bila ditempat umum diantaranya membaca Koran, majalah,
tabloid, novel atau komik. Sedangkan untuk bacaan di rumah seperti hasil penelitian,
biografi, sejarah, politik, atau filsafat.
Kedua,
Every reader his book bahwa setiap
pembaca pasti ada bukunya, oleh sebab itu perlunya mengakses informasi baik
buku cetak ataupun elektronik sebagai upaya menyelaraskan keinginan dan
keseriusan dalam membagun kebiasaan membaca. Ketiga, Every book its reader yang artinya kurang lebih demikian,
setiap pembaca ada bukunya, hal ini dianalogikan perkembangan dunia tulis
menulis sejak jaman-kejaman terus bergulir dan berkembang. Perkembangan
tersebut sejak jaman lisan-tulisan-dan kini jaman digital.
Keempat Save the time of the reader menganjurkan
agar hemat waktu dalam membaca, bukan berarti menyisakan waktu sibuk dengan
urusan lainya sedangkan untuk membaca tidak dipikirkan. Tetapi memanfaatkan
waktu yang ada sesuai kebutuhan pembaca, Artinya sesuai kebutuhan yang harus
didahulukan. Kelima Alibrary is a growing
organism terahir bermuara pada sebuah perpustakaan sebagai organisasi yang
berkembang, perpustakaan dapat dimiliki siapa saja bukan hanya kelompok,
golongan atau pemerintahan namun lebih dari itu perpustakaan dapat diciptakan
dirisendiri dengan istilah perpustakaan pribadi. Lihat saja orang-orang hebat,
mereka diselimuti berbagai buku mengisi ruangan pribadinya.
Jelas,
tidak menutup kemungkinan apabila hal tersebut diterapkan benar-benar dalam
kehidupan kita dan keluarga, bukan tidak mungkin lagi 10 tahun kedepan bangsa
kita akan menjadi bangsa yang maju dalam segala hal.
Ungkapan
tokoh timur tengah Ragib Sirjani, “sebab
seorang tidak dapat menghafal semua ilmu yang telah ia peroleh karena memang
tak ada jalan itu. Maka, buku merupakan perbendaharaan yang sangat baik guna
menyimpan hal tersebut, kapan iya perlukan. Kalau bukan karena buku niscahya
banyak ilmu yang hilang dan takkan ditemukan”.(Aqwam:2007). Untuk
merumuskan masalah ini, ada tiga hal yang saling terkait, minat baca (reading interest), kebiasanaa membaca (reading habbit) dan kemampuan membaca (reading ability).
Ketiganya
saling terkait satu dengan yang lain. Minat baca sebagai upaya psikologis untuk
belajar secara terus menerus, sehingga pengetahun seakan tak pernah terpenuhi. Kebiasaan
membaca, akan lebih mudah bila kebiasaan ini dijadikan tradisi dalam diri dan keluarga
serta lingkungan sekitar, sehingga atmosfir positif dapat dirasakan oleh orang
lain.
Selanjutnya
semakin sering membaca, maka seseorang akan terlatih dan mahir dalam membaca. Seseorang
dapat melahap buku setiap hari lebih dari lima judul bahkan lebih dari itu.
Semua mungkin terjadi apabila kita memulai belajar sejara berkelanjutan.
Kurang Sosialisasi
Pemerintah
kiranya belum maksimal dalam peningkatan minat baca di tengah-tengah
masyarakat, lebih mementingkan urusan politik ketimbang membangun peradaban keterampilan
membaca. Pemerintah asik dengan partai koalisi, perdebatan politik kian hari
semakin tak karuan. Bagi pelaku pastinya asik. Penulis memimpikan bila bangsa
ini disibukan dengan ilmu pengetahun dan berlomba dalam karya, sudah barang
tentu kehidupan ini lebih tenang dan makmur sentosa.
Masyarakat
hidup rukun, tentram, pikiran tengang serta jauh dari kekerasan yang belakangan
ini menjadi kekerasan sosial. Kekerasan mengindikasikan bahwa pola pikir
temperamental, cenderung apatis dan tidak memiliki kendali emosi yang baik. Seorang
gemar membaca sudah semestinya dia punya manajemen emosional yang baik,
polapikir matang secara logis dan mampu menerjemahkan ilmu-ilmu yang diperoleh
baik dari bacaan buku maupun diperoleh dari alam.
Membaca,
mengajarkan kesabaran dan ketekunan, membaca mengajarkan kredibilitas dan
integritas, membaca dapat memahami dirisendiri terlebih orang lain. Namun
kondisi dan kenyataanya, masyarakat demikian keras, tidak lunak dalam
menyelesaikan masalah. Hal ini tidak jauh dari sikap pemerintah, tentu penulis
tidak subjektif, akantetapi objektivitas realitasnya demikian, para elit
politik yang sering memberikan contoh kurang etis kepada masyarakat, ditambah
kondisi politik yang carut-marut.
Hal
ini dapat dilihat dan dirasakan diberbagai media, pemberitaan seakan diarahkan
kesatu titik yaitu dunia politik. Saling serang satu dengan yang lain, politik
oligarki, dan transaksional bukan politik demokrasi modern. Dinasti
kepemimpinan masih kuat di negri ini, mereka para pungawa negara bahkan diangapnya kemajuan duania baca seakan
tidak begitu menarik bila di angkat dalam satu persoalan global. Mengapa demikian?
Pertanyaan yang sering kali muncul dalam benak.
Seharusnya
pemerintah secara terus menerus mencanangkan berbagai program, pendidikan
secara meluas di tengah-tengah masyarakat dalam meningkatkan minat baca semenarik
mungkin. Bukan hanya kelompok kecil saja bersuara lantang meningkatkan minat
baca, namun tak diperhatikan. Pemerintah sebaiknya mulai terbuka dengan
persoalan ini, marilah sama-sama meningkatkan dan menyelesaikan persoalan ini
agar bangsa kita kedepan dapat dipandang bangsa lain.
Bercermin Pada Masa Keemasan
Bila
ingin maju, bangsa ini perlu bercermin pada
masa keemasan Islam ( the golden
ages of Islam), peradaban ilmu pengetahuan padam masa dinasti Abassiyah
dibawah kepemimpinan Harun Al-Rayid (786-809M), (baca: sejarah peradaban
Islam), mampu merubah sejarah keilmuan di atas bumi ini. Pergerakan
besar-besaran dalam penerjemahan buku-buku dari bangsa Yunani pada masanya
sangat gencar, buku-buku berbahasa Yunani kuno diterjemahkan dalam bahasa Arab
sehingga muncul istilah filsafat Yunani dan filsafat Islam.
Para
penerjemah lebih banyak sebagai pustakawan pada masa itu, kita kenal mereka
para tokoh-tokoh Al-Ghozali, Ibnu Sina (sebutan orang barat: Aveciena) Al-Farabi, Ibn-Rusyd (sebutan
orang barat: Averous), Ibn Miskawaih,
Asy-Syabusti, al-Khawarizmi, penemu angka nol dalam ilmu matematika yang
dikenal sekarang Algoritma. Para tokoh dikenal dunia barat sebagai orang-orang
hebat yang diyakini keilmuanya hingga kini. Tanpa pergerakan besar-besaran oleh
kalangan Islam, mungkin dunia takkan cerah seperti sekarang.
Pada
masa itu sejarah mencatat dunia barat belum secerah sekarang, (renaissance), barat masih gelap gulita
bagaikan malam tanpa penerangan. Penyebaran Islam merambah dunia barat hingga
pada akhirnya barat mengalami perubahan hingga kini mengalami kemajuan.
Pada
masa Abbasiyah perpustakaan terbesar Bait Al-Hikmah, mungkin bila di Indonesia
seperti Perpustakaan Nasional yang memiliki tangung jawab pada masyarakat dan tangung
jawab administratif langsung kepada presiden, karena merupakan non-departemen.
Masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah, hidupnya makmur, politik dan militer
stabil, perekonomian maju pesat, perdagangan, pertanian subur dan peternakan
melimpah.
Bila
bangsa kita bercermin sejarah yang ada di atas, bukan mimpi yang mustahil bisa
bangkit dari keterpurukan yang sekarang alami, kegelisahan berubah menjadi
ketenangan, kecemasan berubah menjadi ketenteraman, kesombongan menjadi
kesahajaan, dan kebencian menjadi kasih sayang.
Penulis
yakin bila kita bangsa Indonesia mau berubah, pasti ada jalan. Tuhan sang
pencipta alam semesta memberikan hamparan yang luas, disanalah terbentang jalan
yang lurus, dalam Al-Qur’an “Iqra” yang artinya “bacalah” berawal dari baca,
semua akan tampak didepan mata. Yakinlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar