Sabtu, 07 Juli 2012

Masyarakat dan Minat Baca



Tangal 31 Mei ditandai sebagai hari jadi Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) dalam pengkalenderan yang diterbitkan Perpustakaan Nasional. Ironis memang, hari jadi tersebut tidak diketahui oleh banyak orang, hanya sebagian golangan masyarakat kecil saja yang peduli dan konsen dalam memprakarsai pergerakan tersebut. Sebetulnya hal ini harus diketahui oleh khalayak umum, untuk mendorong semangattisme masyarakat gemar membaca.
Rendahnya minat baca di masyarakat membuat kondisi bangsa Indonesia kian hari-kian terpuruk. Tertinggal oleh bangsa lain, meraka semakin hari-semakin berkembang dan maju. Pola pikir bangsa kita belum mencapai kemajuan, disebabkan salah satunya kebiasanan negatif dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih menyibukan pembicaraan yang kurang bermanfaat, diantarnaya banyak peduli pada urusan orang lain. Membicarakan kekurangan orang, sapaan yang kurang enak didengar, dan omong kosong atau (Omdo) mengambil istilah dari guru besar UI Prof. Sarlito. Ngobrol tanpa nilai positif, hal itu dianut sebagian orang hal biasa. Masih banyak omongan yang tidak ada manfaatnya dianggap suatu yang wajar . ini realita.
Alangkah baiknya bila bangsa kita setiap saat disibukan dengan membaca, entah di rumah, dalam perjalanan, ditempat umum, di mall dan di restoran selalu memanfaatkan waktu luang untuk menambah pengetahuan. Apasaja yang dapat dibaca, menurut Dr. Shiyali Ramamrita Ranganathan tokoh ternama asal India (1892-1972), Five laws of library science  lima hukum yang menjadi acuan diantaranya, pertama, Books are for use artinya buku untuk digunakan dan dimanfaatkan. Pemanfaatanya tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan jenis bacaan itu banyak, bahan bacaan yang sesuai bila ditempat umum diantaranya membaca Koran, majalah, tabloid, novel atau komik. Sedangkan untuk bacaan di rumah seperti hasil penelitian, biografi, sejarah, politik, atau filsafat.
 Kedua, Every reader his book bahwa setiap pembaca pasti ada bukunya, oleh sebab itu perlunya mengakses informasi baik buku cetak ataupun elektronik sebagai upaya menyelaraskan keinginan dan keseriusan dalam membagun kebiasaan membaca. Ketiga, Every book its reader yang artinya kurang lebih demikian, setiap pembaca ada bukunya, hal ini dianalogikan perkembangan dunia tulis menulis sejak jaman-kejaman terus bergulir dan berkembang. Perkembangan tersebut sejak jaman lisan-tulisan-dan kini jaman digital.  
Keempat Save the time of the reader menganjurkan agar hemat waktu dalam membaca, bukan berarti menyisakan waktu sibuk dengan urusan lainya sedangkan untuk membaca tidak dipikirkan. Tetapi memanfaatkan waktu yang ada sesuai kebutuhan pembaca, Artinya sesuai kebutuhan yang harus didahulukan.  Kelima Alibrary is a growing organism terahir bermuara pada sebuah perpustakaan sebagai organisasi yang berkembang, perpustakaan dapat dimiliki siapa saja bukan hanya kelompok, golongan atau pemerintahan namun lebih dari itu perpustakaan dapat diciptakan dirisendiri dengan istilah perpustakaan pribadi. Lihat saja orang-orang hebat, mereka diselimuti berbagai buku mengisi ruangan pribadinya. 
Jelas, tidak menutup kemungkinan apabila hal tersebut diterapkan benar-benar dalam kehidupan kita dan keluarga, bukan tidak mungkin lagi 10 tahun kedepan bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dalam segala hal.
Ungkapan tokoh timur tengah Ragib Sirjani, “sebab seorang tidak dapat menghafal semua ilmu yang telah ia peroleh karena memang tak ada jalan itu. Maka, buku merupakan perbendaharaan yang sangat baik guna menyimpan hal tersebut, kapan iya perlukan. Kalau bukan karena buku niscahya banyak ilmu yang hilang dan takkan ditemukan”.(Aqwam:2007). Untuk merumuskan masalah ini, ada tiga hal yang saling terkait, minat baca (reading interest), kebiasanaa membaca (reading habbit) dan kemampuan membaca (reading ability).
Ketiganya saling terkait satu dengan yang lain. Minat baca sebagai upaya psikologis untuk belajar secara terus menerus, sehingga pengetahun  seakan tak pernah terpenuhi. Kebiasaan membaca, akan lebih mudah bila kebiasaan ini dijadikan tradisi dalam diri dan keluarga serta lingkungan sekitar, sehingga atmosfir positif dapat dirasakan oleh orang lain.  
Selanjutnya semakin sering membaca, maka seseorang akan terlatih dan mahir dalam membaca. Seseorang dapat melahap buku setiap hari lebih dari lima judul bahkan lebih dari itu. Semua mungkin terjadi apabila kita memulai belajar sejara berkelanjutan.
Kurang Sosialisasi
Pemerintah kiranya belum maksimal dalam peningkatan minat baca di tengah-tengah masyarakat, lebih mementingkan urusan politik ketimbang membangun peradaban keterampilan membaca. Pemerintah asik dengan partai koalisi, perdebatan politik kian hari semakin tak karuan. Bagi pelaku pastinya asik. Penulis memimpikan bila bangsa ini disibukan dengan ilmu pengetahun dan berlomba dalam karya, sudah barang tentu kehidupan ini lebih tenang dan makmur sentosa.
Masyarakat hidup rukun, tentram, pikiran tengang serta jauh dari kekerasan yang belakangan ini menjadi kekerasan sosial. Kekerasan mengindikasikan bahwa pola pikir temperamental, cenderung apatis dan tidak memiliki kendali emosi yang baik. Seorang gemar membaca sudah semestinya dia punya manajemen emosional yang baik, polapikir matang secara logis dan mampu menerjemahkan ilmu-ilmu yang diperoleh baik dari bacaan buku maupun diperoleh dari alam.
Membaca, mengajarkan kesabaran dan ketekunan, membaca mengajarkan kredibilitas dan integritas, membaca dapat memahami dirisendiri terlebih orang lain. Namun kondisi dan kenyataanya, masyarakat demikian keras, tidak lunak dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tidak jauh dari sikap pemerintah, tentu penulis tidak subjektif, akantetapi objektivitas realitasnya demikian, para elit politik yang sering memberikan contoh kurang etis kepada masyarakat, ditambah kondisi politik yang carut-marut.
Hal ini dapat dilihat dan dirasakan diberbagai media, pemberitaan seakan diarahkan kesatu titik yaitu dunia politik. Saling serang satu dengan yang lain, politik oligarki, dan transaksional bukan politik demokrasi modern. Dinasti kepemimpinan masih kuat di negri ini, mereka para pungawa negara  bahkan diangapnya kemajuan duania baca seakan tidak begitu menarik bila di angkat dalam satu persoalan global. Mengapa demikian? Pertanyaan yang sering kali muncul dalam benak.
Seharusnya pemerintah secara terus menerus mencanangkan berbagai program, pendidikan secara meluas di tengah-tengah masyarakat dalam meningkatkan minat baca semenarik mungkin. Bukan hanya kelompok kecil saja bersuara lantang meningkatkan minat baca, namun tak diperhatikan. Pemerintah sebaiknya mulai terbuka dengan persoalan ini, marilah sama-sama meningkatkan dan menyelesaikan persoalan ini agar bangsa kita kedepan dapat dipandang bangsa lain. 
Bercermin Pada Masa Keemasan
Bila ingin maju, bangsa ini perlu bercermin pada  masa keemasan Islam ( the golden ages of Islam), peradaban ilmu pengetahuan padam masa dinasti Abassiyah dibawah kepemimpinan Harun Al-Rayid (786-809M), (baca: sejarah peradaban Islam), mampu merubah sejarah keilmuan di atas bumi ini. Pergerakan besar-besaran dalam penerjemahan buku-buku dari bangsa Yunani pada masanya sangat gencar, buku-buku berbahasa Yunani kuno diterjemahkan dalam bahasa Arab sehingga muncul istilah filsafat Yunani dan filsafat Islam.
Para penerjemah lebih banyak sebagai pustakawan pada masa itu, kita kenal mereka para tokoh-tokoh Al-Ghozali, Ibnu Sina (sebutan orang barat: Aveciena) Al-Farabi, Ibn-Rusyd (sebutan orang barat: Averous), Ibn Miskawaih, Asy-Syabusti, al-Khawarizmi, penemu angka nol dalam ilmu matematika yang dikenal sekarang Algoritma. Para tokoh dikenal dunia barat sebagai orang-orang hebat yang diyakini keilmuanya hingga kini. Tanpa pergerakan besar-besaran oleh kalangan Islam, mungkin dunia takkan cerah seperti sekarang.
Pada masa itu sejarah mencatat dunia barat belum secerah sekarang, (renaissance), barat masih gelap gulita bagaikan malam tanpa penerangan. Penyebaran Islam merambah dunia barat hingga pada akhirnya barat mengalami perubahan hingga kini mengalami kemajuan.
Pada masa Abbasiyah perpustakaan terbesar Bait Al-Hikmah, mungkin bila di Indonesia seperti Perpustakaan Nasional yang memiliki tangung jawab pada masyarakat dan tangung jawab administratif langsung kepada presiden, karena merupakan non-departemen. Masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah, hidupnya makmur, politik dan militer stabil, perekonomian maju pesat, perdagangan, pertanian subur dan peternakan melimpah.
Bila bangsa kita bercermin sejarah yang ada di atas, bukan mimpi yang mustahil bisa bangkit dari keterpurukan yang sekarang alami, kegelisahan berubah menjadi ketenangan, kecemasan berubah menjadi ketenteraman, kesombongan menjadi kesahajaan, dan kebencian menjadi kasih sayang.
Penulis yakin bila kita bangsa Indonesia mau berubah, pasti ada jalan. Tuhan sang pencipta alam semesta memberikan hamparan yang luas, disanalah terbentang jalan yang lurus, dalam Al-Qur’an “Iqra” yang artinya “bacalah” berawal dari baca, semua akan tampak didepan mata. Yakinlah!  

Tidak ada komentar: