Sabtu, 07 Juli 2012

Peran Media Dalam Mengawal Demokrasi


Era demokrasi yang dibangun bangsa ini tidak lepas dari kontribusi elemen masyarakat pada umunya. Terutama media. Media dalam sejarah telah mencatat berbagai peristiwa yang mampu membangun sistem masyarakat dengan baik. Tanpa media, perjalanan bagsa ini menuju demokrasi amat sulit.
Peran media dalam kehidupan sehari-hari sangat membantu masyarakat dapat memahami keadaan Negaranya. Media mampu menyajikan beragam informasi yang dikemas sedemikin rupa baik yang cetak ataupun elektronik semunya agar dapat dimanfaatkan oleh khalayak. Akan tetapi sering kali informasi yang disajikan, tidak sedikit yang membingungkan masyarakat.
Media dalam era demokrasi mampu meyuplai aspirasi masyarakat umum untuk Negara, sehingga pimpinan negara dapat melihat dan berkomunikasi, apasih kebutuhan yang diharapkan masyarakat? Tanpa media bangsa ini tidak bisa maju. Seluruh aspek kehidupan didorong oleh media, media penyampaian berita, baik ekonomi, politik, keamanan, kewirausahaan, kebutuhan sehari-hari dan beragam kebutuhan lain mampu terjamah.
Masyarakat pada umumnya sudah terbiasa dan terbuka dengan berita-berita di media, bahkan mampu mengolah jenis berita,  sampah atau berita yang bermaanfaat. Masyarakat kita sudah kritis dengan beragam berita yang disajikan setiap jam bahkan setiap menit. Di sinilah problematika mulai bermunculan, kebebasan media sejak reformasi menumbuhkan banyak polemik di masyarakat.
Mungkin kita masih teringat semasa Orde Baru, tidak ada media yang berani terang-terangan memberitakan hal-hal yang kurang mendidik disiarkan secara terbuka dibandingkan dengan sekarang, berita kriminalitas diberitakan secara terbuka padahal dibalik itu ada hal lain secara tidak langsung mengajarkan pola/cara berbuat kejahatan “yang harus dilakukan seseorang berbuat jahat adalah seperti ini”, itulah bahasa lain dari berita yang tidak pantas diberitakaan. Tanpa disadari, itu merupakan bagian pengajaran. Namun disisi lain, yang perlu ditekankan masing-masing individu dapat memilih dan memilah mana yang bermanfaat dan tidak.

Kepentingan
Peran media seharusnya mampu mengawal kepemimpinan menuju demokrasi. Akan tetapi, seringkasi justru tidak mampu dapat bekerja secara optimal. Independensi media seringkali terselimuti kabut kepentingan politik. Media sering kali dijadikan alat politik oleh para petinggi Negara, padahal demokrasi yang harus dikawal. Memang seharusnya adalah, media mampu mengontrol jalanya pemerintahaan, meski tidak menapikan ada partai politik. Parpol sebagai alat menuju demokrasi merupakan satu syarat sebagai lembaga resmi dalam sebuah politik. Akan tetapi, media pun juga rupanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu dapat mampu mengawal politik. (baca: parpol)
Kiranya media yang ada di negara ini, hingga kini belum sepenuhnya dapat bekerja dengan sendiri sebagai wadah dan corong penyampaian aspirasi masyarakat. Buktinya justru sebaliknya, media yang menjadi alat kontrol politik, bukan sebagai alat pengontrol politik-pemerintah. Media sebagai wadah tempat keluh kesah problematika masyarakat yang dialamai. Corong merupakan alat untuk menyuarakan kepada pemerintah agar keingin yang diimpikan dapat didengar dan diketahui oleh pejabat Negara. Sebaliknya media juga sebagai corong penyambung lidah pemerintah kepada masyarakat.
Ada kecenderungan memang, bahwa siapa yang kaya, pasti dapat kedudukan yang tinggi. Realita sudah jelas bahwa pemilik media besar saat ini mampu tampil lebih familier di tengah-tengah masyarakat ketimbang pemimpin atau calon pemimpin yang tidak memiliki alat media.
Seorang calon pemimpin sangat membutuhkan rumusan yang disebut marketing politik dan manajemen publisitas. Marketing politik tersebut, paling tidak setiap para calon pemimpin pandai merumuskan sebagai wacana, akan tetapi pada umunya untuk mewujudkan sangatlah sulit, terkecuali pemilik media dan pemodal. Sulit dibayangkan bila sedikit modal. Kesulitan ini karena mahalnya biyaya iklan dimedia, bandingkan dengan calon pemimpin yang memiliki media, dia sangatlah mudah untuk tampil memperkenalkan dirinya. Hal ini seakan menjadi ajang kompetensi bagi para calon, siapa yang sering muncul di media elektronik atau media cetak, dia banyak pendukungnya impikasi dari pada media effect (baca :Lilleker 1962)
Menurut (Morlino:2004) dikutip dari sumber UNDIP.ac.id, paling tidak ada tiga hal penting dalam demokrasi, pertama adalah kualitas hasil yang terkait dengan kempuan memberikan yang terbaik kepada rakyatnya. Kedua mengeni kuantias, berkenaan dengan kebebasan dan kesetaraan, dan ketiga pentingya peraturan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Lalu apakah negeri ini sudah masuk dalam ranah demokrasi? Secara alur iya, akan tetapi keinginan-dan harapan banyak semua pihak itu semunya belum terwujud.
Demokrasi yang terjadi seakan-akan kebablasan tidak mengenal batas-batas aturan, semunya mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspersi, hak azasi manusia semunya megatakan demokrasi padahal dibalik itu faktanya banyak kesalahan dan pelanggaran.
Alih-laih bebas berpendapat tidak sedikit orang yang mencela dan mencemarkan nama baik orang lain, hal ini seirng terjadi. Kebebasan berekspresi sebebas-bebasnya seakan tidak mengenal tradisi dan adat-istiadat, HAM terjadi dimana-mana tindak kekerasan yang memakan korban, seakan membonceng dalam lingkup demokrasi.
Mana peran media sebagai pengawas demokrasi, pengawas pemerintah, pengawas pejabat Negara. Partai politik nampaknya sudah tidak dapat diandalakan lagi. Politik kita sudah tidak sakral lagi, transaksional terbuka, lobi-lobi politikpun  penuh tipudaya sehingga masyarakat gamang dalam memilih para calon pemimpin Negara menuju demokrasi, hal itu bisa dirubah bila petinggi sadar akan perbuatan nyata bukan hanya saja perkataan belaka.

Netralitas
Masyarakat sangat berharap bagaimanpun juga, media tetap pada posisi dan pendirian yang tidak mudah goyah dengan iming-iming kepada pihak lain yang ingin menjadi bagian daripada kepentinganya. Apabila netralitas sudah tercampur dengan irama kepentingan maka yang akan terjadi media akan menajdi alat penindas, alat propaganda yang dapat mematikan kejernihan pikiran rakyat. Rakyak tidak mungkin mengetahu kenegaraan yang disiarkan oleh anggota DPR, itu sangat tidak mungkin, masyarakat sangat berhartap media sebagai penyambung lidah, mampu membangun masyarakat yang cerdas dan berdedikasi.
Netralitas dan independensi harus dipegang teguh jangan sampai lepas dari gengaman. Harapan masyarakat telah disatukan pada media sebagai kawan setia mengawal demokrasi bangsa ini. Media seharusnya mamapu merubah arah demokrasi menuju yang benar (absolute), bila salah media harus berani mgetakan hal itu salah, sebab cita-cita bangsa dan para pejuang negri ini menginginkan rakyatnya makmur sentosa, namun tidak dipungkiri setiap ada pejuang pasti ada penghiat. Apabila media menjadi alat, maka akan melahirkan industri politik yang semakin luas wilayah kerusakan dan kebobrokan. Pada akhirnya tidak mampu membangun imperium demokrasi hakiki. Pengertian “industry” bukan hanya industri media saja, akan tetapi industry politikpun kian marak, oleh karenanya biyaya politik pun akan semakin tinggi.
Masyarakat dewasa ini semakin pintar, akantetapi tentu kepintaranya berdasarkan aturan yang ada, tidak serta merta menolak dan mematahkan aturan yang tidak sesuai dengan keingin masyarakat. apabila hal demikian dilakukan dengan serampangan, akan merusak tatanan demokrasi. Olehkarenanya media yang menjadi senjata bagi masyarakat dapat menyuarakan aspirasi rakyat.

Tidak ada komentar: