Era demokrasi
yang dibangun bangsa ini tidak lepas dari kontribusi elemen masyarakat pada
umunya. Terutama media. Media dalam sejarah telah mencatat berbagai peristiwa
yang mampu membangun sistem masyarakat dengan baik. Tanpa media, perjalanan
bagsa ini menuju demokrasi amat sulit.
Peran media
dalam kehidupan sehari-hari sangat membantu masyarakat dapat memahami keadaan
Negaranya. Media mampu menyajikan beragam informasi yang dikemas sedemikin rupa
baik yang cetak ataupun elektronik semunya agar dapat dimanfaatkan oleh
khalayak. Akan tetapi sering kali informasi yang disajikan, tidak sedikit yang
membingungkan masyarakat.
Media dalam era demokrasi
mampu meyuplai aspirasi masyarakat umum untuk Negara, sehingga pimpinan negara
dapat melihat dan berkomunikasi, apasih kebutuhan yang diharapkan masyarakat?
Tanpa media bangsa ini tidak bisa maju. Seluruh aspek kehidupan didorong oleh
media, media penyampaian berita, baik ekonomi, politik, keamanan, kewirausahaan,
kebutuhan sehari-hari dan beragam kebutuhan lain mampu terjamah.
Masyarakat pada
umumnya sudah terbiasa dan terbuka dengan berita-berita di media, bahkan mampu
mengolah jenis berita, sampah atau
berita yang bermaanfaat. Masyarakat kita sudah kritis dengan beragam berita
yang disajikan setiap jam bahkan setiap menit. Di sinilah problematika mulai
bermunculan, kebebasan media sejak reformasi menumbuhkan banyak polemik di
masyarakat.
Mungkin kita
masih teringat semasa Orde Baru, tidak ada media yang berani terang-terangan
memberitakan hal-hal yang kurang mendidik disiarkan secara terbuka dibandingkan
dengan sekarang, berita kriminalitas diberitakan secara terbuka padahal dibalik
itu ada hal lain secara tidak langsung mengajarkan pola/cara berbuat kejahatan “yang
harus dilakukan seseorang berbuat jahat adalah seperti ini”, itulah bahasa lain
dari berita yang tidak pantas diberitakaan. Tanpa disadari, itu merupakan
bagian pengajaran. Namun disisi lain, yang perlu ditekankan masing-masing individu dapat memilih dan memilah mana yang bermanfaat dan tidak.
Kepentingan
Kepentingan
Peran media seharusnya mampu mengawal kepemimpinan menuju demokrasi. Akan tetapi, seringkasi justru tidak
mampu dapat bekerja secara optimal. Independensi media seringkali terselimuti
kabut kepentingan politik. Media sering kali dijadikan alat politik oleh para
petinggi Negara, padahal demokrasi yang harus dikawal. Memang seharusnya adalah, media mampu
mengontrol jalanya pemerintahaan, meski tidak menapikan ada partai politik. Parpol sebagai alat
menuju demokrasi merupakan satu syarat sebagai lembaga resmi dalam sebuah
politik. Akan tetapi, media pun juga rupanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu dapat mampu mengawal politik.
(baca: parpol)
Kiranya media
yang ada di negara ini, hingga kini belum sepenuhnya dapat bekerja dengan sendiri
sebagai wadah dan corong penyampaian aspirasi masyarakat. Buktinya justru
sebaliknya, media yang menjadi alat kontrol politik, bukan sebagai alat
pengontrol politik-pemerintah. Media sebagai wadah tempat keluh kesah problematika
masyarakat yang dialamai. Corong merupakan alat untuk menyuarakan kepada
pemerintah agar keingin yang diimpikan dapat didengar dan diketahui oleh
pejabat Negara. Sebaliknya media juga sebagai corong penyambung lidah pemerintah kepada masyarakat.
Ada
kecenderungan memang, bahwa siapa yang kaya, pasti dapat kedudukan yang tinggi. Realita sudah
jelas bahwa pemilik media besar saat ini mampu tampil lebih familier di
tengah-tengah masyarakat ketimbang pemimpin atau calon pemimpin yang tidak
memiliki alat media.
Seorang calon
pemimpin sangat membutuhkan rumusan yang
disebut marketing politik dan manajemen publisitas. Marketing politik tersebut,
paling tidak setiap para calon pemimpin pandai merumuskan sebagai wacana, akan
tetapi pada umunya untuk mewujudkan sangatlah sulit, terkecuali pemilik media dan pemodal. Sulit dibayangkan bila sedikit modal. Kesulitan ini karena mahalnya biyaya
iklan dimedia, bandingkan dengan calon pemimpin yang memiliki media, dia sangatlah
mudah untuk tampil memperkenalkan dirinya. Hal ini seakan menjadi ajang
kompetensi bagi para calon, siapa yang sering muncul di media elektronik atau
media cetak, dia banyak pendukungnya impikasi dari pada media effect (baca :Lilleker 1962)
Menurut
(Morlino:2004) dikutip dari sumber UNDIP.ac.id, paling tidak ada tiga hal
penting dalam demokrasi, pertama adalah kualitas hasil yang terkait dengan kempuan
memberikan yang terbaik kepada rakyatnya. Kedua mengeni kuantias, berkenaan
dengan kebebasan dan kesetaraan, dan ketiga pentingya peraturan yang jelas dan
dapat dipertanggung jawabkan. Lalu apakah negeri ini sudah masuk dalam ranah
demokrasi? Secara alur iya, akan tetapi keinginan-dan harapan banyak semua
pihak itu semunya belum terwujud.
Demokrasi yang
terjadi seakan-akan kebablasan tidak mengenal batas-batas aturan, semunya
mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspersi, hak
azasi manusia semunya megatakan demokrasi padahal dibalik itu faktanya banyak kesalahan
dan pelanggaran.
Alih-laih bebas berpendapat
tidak sedikit orang yang mencela dan mencemarkan nama baik orang lain, hal ini
seirng terjadi. Kebebasan berekspresi sebebas-bebasnya seakan tidak mengenal
tradisi dan adat-istiadat, HAM terjadi dimana-mana tindak kekerasan yang
memakan korban, seakan membonceng dalam lingkup demokrasi.
Mana peran media
sebagai pengawas demokrasi, pengawas pemerintah, pengawas pejabat Negara.
Partai politik nampaknya sudah tidak dapat diandalakan lagi. Politik kita sudah
tidak sakral lagi, transaksional terbuka, lobi-lobi politikpun penuh tipudaya sehingga masyarakat gamang
dalam memilih para calon pemimpin Negara menuju demokrasi, hal itu bisa
dirubah bila petinggi sadar akan perbuatan nyata bukan hanya saja perkataan
belaka.
Netralitas
Masyarakat sangat
berharap bagaimanpun juga, media tetap pada posisi dan pendirian yang tidak
mudah goyah dengan iming-iming kepada pihak lain yang ingin menjadi bagian
daripada kepentinganya. Apabila netralitas sudah tercampur dengan irama
kepentingan maka yang akan terjadi media akan menajdi alat penindas, alat
propaganda yang dapat mematikan kejernihan pikiran rakyat. Rakyak tidak mungkin
mengetahu kenegaraan yang disiarkan oleh anggota DPR, itu sangat tidak mungkin,
masyarakat sangat berhartap media sebagai penyambung lidah, mampu membangun
masyarakat yang cerdas dan berdedikasi.
Netralitas dan
independensi harus dipegang teguh jangan sampai lepas dari gengaman. Harapan
masyarakat telah disatukan pada media sebagai kawan setia mengawal demokrasi
bangsa ini. Media seharusnya mamapu merubah arah demokrasi menuju yang benar (absolute), bila salah media harus berani
mgetakan hal itu salah, sebab cita-cita bangsa dan para pejuang negri ini
menginginkan rakyatnya makmur sentosa, namun tidak dipungkiri setiap ada pejuang
pasti ada penghiat. Apabila media menjadi alat, maka akan melahirkan industri politik
yang semakin luas wilayah kerusakan dan kebobrokan. Pada akhirnya tidak mampu
membangun imperium demokrasi hakiki. Pengertian “industry” bukan hanya industri
media saja, akan tetapi industry politikpun kian marak, oleh karenanya biyaya
politik pun akan semakin tinggi.
Masyarakat dewasa
ini semakin pintar, akantetapi tentu kepintaranya berdasarkan aturan yang ada,
tidak serta merta menolak dan mematahkan aturan yang tidak sesuai dengan
keingin masyarakat. apabila hal demikian dilakukan dengan serampangan, akan merusak tatanan demokrasi. Olehkarenanya media yang menjadi senjata bagi masyarakat
dapat menyuarakan aspirasi rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar