Sabtu, 07 Juli 2012

Sunan An-Nasa’


A. Nama, kelahiran dan Wafat.
Nama lengkapnya: Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani An-Nasa’i. lahir didaerah Nasa’I pada tahun 215 H. Nama Imam An-Nasa’I dinisbatkan pada nama sebuah daerah bernama Nasa’ diwilayah Khurasan yang di sebut juga dengan Nasawi disebut dalam Mu’ja, Al-Buldan bahwa daerah tersebut dinamakan Nasa’ bermula dari kisah perjalanan kaum muslimin dalam menyebarkan agama Islam
Pada waktu itu kaum muslimin telah berhasil memasuki kurasan. Ketika mereka hendak melanjutkan misi mereka memasuki daerah berikutnya, maka kamum lelaki penduduk setempat yang telah mendengar kedatangan kaum muslimin dalam jumlah besar berlari menyelamatkan diri meninggalkan daerah tersebut sehingga penduduk yang tersisa hanya kamum perempuan
Tatkala kamum muslimin sampai daerah itu dan mereka hanya menjumpai kaum perempuan tanpa ada kaum laki, maka sebagian kaum muslimin berkata.”mereka semua adalah An-Nisaa (kaum perempuan) dan kaum perempaun tidak boleh diperangi.
Pleh sebab itu. Maka biarkanlah mereka sampai suamai mereka kembali lagi.” Akhirnya, kaum muslimin pun berlalau meninggalkan daerah tersebut dan menamakan daerah itu Nasa’ yang artinya kaum perempuan. Namun menurut istilah bahasa yang benar, nama Nasa’, tapu Nisa’I atau Niswa
Beliau wafat pada hari Senen, tanggal 13 Bulan Syafar, tahun 303 H. (915 M) di al-Ramlah. Setahun sebelum ia meninggal dunia, ia pindah dari Mesir ke Damaskus. Di kota inilah beliau menulis kitab al-Khasa’is Ali bin Abi Talib (Keistimewaan Ali bin Abi Talib) yang di dalamnya menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Ali bin Abi Thalib menurut hadis. Ia menulis kitab ini, agar penduduk Damaskus tidak lagi membenci dan mencaci Ali. Ketika ia membacakan hadis-hadis tentang keutamaan Ali tersebut di hadapan orang banyak, beliau diminta pula untuk menjelaskan keutamaan Mu’awiyah bin Abi Syofyan. Akan tetapi ia dengan tegas menjawab bahwa ia tidak mengetahui adanya hadis yang menyebut keutamaan Mu’awiyah. Oleh pendukung Bani Umayyah ia dianggap berpihak kepada golongan Ali bin Abi Talib dan menghina Mu’awiyah, karena itu ia dianiaya dan dipukuli oleh pendukung Bani Umayyah. Ada yang menyebutkan, bahwa dalam kepayahan dan keadaan sekarat akibat penganiayaan tersebut, ia dibawa ke negeri Ramlah-Palestina dan meninggal di sana lalu dikuburkan di Damaskus. Namun menurut versi yang lain dan inilah yang paling banyak dianut orang bahwa beliau dibawa ke Mekkah, kemudian dikuburkan di antara Safa dan Marwa di Mekkah. Ia meninggal pada Tahun 303 H. atau 915 M. dalam usia 85 atau 88 tahun.

B. Sifat-Sifatnya
Adz-Dzahabi berkata. Dia bermuka tampan biarpun sudah memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin, mempunyai empat istri dan senang memakan daging ayam. Dia adalah seorang syiakh yang berwibawa, bermuka cerah, ringan tangan dan berbudi luhur.” Sebagian muridnya berkata.”Abu Abdirrahman meminim perasaan anggur untuk mencerahkan mukanya
Ia juga dikenal sebagai orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah baik pada waktu malam maupun siang hari, melaksanakan ibadah puasa sunat dan puasa dawud dengan satu hari puasa dan tidak berpuasa pada hari berikutnya secara berselang seling terus menerus, serta melakukan haji secara kontinyu setiap tahunnya. Begitu juga dalam berjihad (perang), juga selalu beliau ikuti bersama-sama dengan umat Islam. Ketika terjadi peperangan di Mesir, beliau turut serta dalam membela agama Islam dan sunnah Nabi bersama-sama dengan Gubernur Mesir dengan mencurahkan segala daya intelektualnya dan keberaniannya. Dalam suasana peperangan tersebut, beliau masih sempat meluangkan waktu untuk mengajarkan hadis Nabi SAW kepada Gubernur dan para prajurit. Dengan modal keberanian dan keteguhan hati beliau inilah, beliau berhasil menjadi ulama yang “besar”, dengan tetap selalu menyebarkan ilmu dan pengetahuan pada masyarakat.

C. Guru dan Murid-Muridnya
Guru-gurunya: ibn As-Subki berkata guru imam an-Nasa’I antara lain; Qutaibah bin Said Rahawih, hisyam bin Ammar, Isa bin Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Suwaid bin Nashr, Abu Kuraib, A’la. Disamping mereka ini, masih banyak yang lain, baik mereka yang di Khurasan, Irak, Syam, Mesir, Hijaz dan Jazirah.
Murid-muridnya: Al-Hafizh berkata, “orang yang meriwayatkan dari an-Nasa’I antara lain; seorang anaknay bernama Abdul Karim, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ishaq As-Sunni, Abul Hasan bin Al-Khodhr Al-Asyuthi, Al-Hasan bin Rusyaiq Al-Askari, Abul Qasim Hamzah bin Muhammad bin Ali Al-Kannani Al-Hafizh, Abul Hasan Muhammad bin Abdillah bin Zakaria bin Hayawaih, Muhammad bin Muawiyah bin Al-Ahmar, Muhammad bin Qasim Al-Andalusi, Ali bin Abi Ja’far Ath-Thahawi dan Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Muhadis. Mereka adalah perawi sunan An-Nasa’i
Termasik murid Imam An-Nasa’I adalah Abu Basyar Ad-Dulabi (teman Imam An-Nasa’i), Abu Awwanah, Abu Ja’far Ath-Thahawi, Abu Bakar bin Al-Haddad Al-Faqih, Abu Ja’far Al-Uqaili, Abu Alo bin Harun, Abu ali An-Naisaburi Al-Hafizh dan masih banyak yang lain.
D. Pengakuan Ulama Hadis atas kapasitas Keilmuanya
Abu Abdillah Al-Hakim Al-Hafizh. “aku telah mendengar Abu Ali Al-Husain bin Ali Al-Hafizh berkata. ‘Imam An-Nasa’I adalah Imam kaum muslimin dan imam dalam bidang hadits.
Al-Hakim juga berkata, ‘Abu Ali memberitahukan kepada kami, ia berkata, “Abu Abdirrahman An-Nasa’I merupakan imam dalam bidang hadits tanpa diragukan lagi.
Dalam kesempatan yang lain, Abu Ali berkata, ”Aku telah melihat dinegriku dan dalam perjalanan kehidupanku terdapat empat orang imam dalam bidang hadits. Dua orang di Naisabur, yaitu Muhaammad bin Ishaq dan Abdorrahman An-Nasa’I di Mesir dan Abdan di Ahwaz.
Abu Abdillah Al-Hakim Al-Hafizh berkata, aku telah mendengar Ja’far bin Muhammad bin Al-Harits berkata. ‘ aku telah mendengar makmun Al-Mashri Al-Hafizh berkata, “kami telah keluar bersama Abu Abdirrahman An-Nasa’I ke daerah Thursus pada tahun Al-Fida (tebusan) ri Tursus itu berkumpul para ulama huffazh semisal Abdullah bin Ahmad bin Hambal, Muhammad bin Ibrahim Murabba, Abu Adzan dan Kailah unutk menetukan siapakah yang berhak menjadi wakil mereka. Dengan pemeilihan menulis nama, akhirnya mereka sepakat memilih Abu Abdirrahman An-Nasa’i
Ibn Artsir berkata, Imam An-Nasa’I mengikuti madzhab Syafi’I. oleh karena itu, dia mempunyai karya kitab Manasik’ala Madzdhab Asy-Syafi’i. dia juga seorang yang wira’I, sanggat hati-hati dan selektif
Al-Qasim al-Mutarrir berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang Imam atau dapat juga dikatakan bahwa beliau berhak untuk dianggap sebagai seorang imam dalam bidang ilmunya.
Al-Hafiz Abu Sa’id bin Yunus berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang ulama yang telah diakui keilmuannya, ke-siqah-annya dan kekuatan hafalannya.
Al-Khalili berkata bahwa al-Nasa’i adalah seorang yang hafiz mutqinun, telah diakui kekuatan hafalannya dan kepintarannya, dan pendapatnya sangat diandalkan dalam ilmu jarah dan ta’dil.
Al-Zahabi: al-Nasa’i adalah ulama yang padanya terkumpul lautan ilmu, disertai pemahaman dan kepintaran, dan sangat kritis terhadap seorang rawi serta mempunyai karangan yang sangat baik, dan banyak berdatangan para hafiz kepadanya. Selanjutnya beliau mengatakan juga bahwa tidak ada di antara tiga ratus orang yang lebih hafal selain dari an-Nasa`i karena dia merupakan orang yang paling tajam pengetahuannya dalam bidang hadis, paling tahu mengenai cacat hadis dan rawi yang meriwayatkannya jika dibandingkan dengan Muslim, Abu Dawud, Abu ‘Isa, serta dia merupakan penolong bagi kesamaran dan ketidakjelasan yang ada pada al-Bukhari dan Abi Zur’ah.

E. Karya-karyanya
• Al-Khasaha’ish
Ibn Hinzabah Al-Wazir berkata, “akutalh mendengar Muhammad bin Musa Al-Makmuni, sahabat Imam An-Nasa’I berkata,” aku telah mendengar ada sekelompok irang yang tidak percaya apa bila Imam An-Nasa’I mempunyai karya Al-Khasha’ish yang memuat kelebohan-kelebihan Ali bin Abi Thalib. Permasalahan yang di ingkari Imam An-Nasa’I dalam hal ini adalah menulis hadis tentang keutamaan-keutamaan yang dimiliki Muawiyah atas Ali bin Abu Thalib. Padalah, tidak dapat disangkal lagi bahwa Ali adalah manusia paling utamasetelah Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum. Ali adalah orang keempat dalam keutamaan dan kekhalifahan dari umat Islam ini secara keseluruhan
• As-sunnan Al-Kubra
Kitab ini telah diterbitkan Darul Kutub Al-Ilmiah setelah ditahqiq Doktor Abdul Gaffar Sulaiman Al-Bundari dan Sayid Kasrawi Hasan. Penahqiq kitab berkata,” kitab As-sunan Al-Kubra ini memuat lebih daridua puluh kitab (judul pembahasan) yang tidak disebutkan dalam kitab Al-Mujtaba. Ketika kitab As-Sunan Al-Kubra dan Al-Mujtaba dikomparasikan, maka ada beberapa hal yang tidak disebutkan dalam Al-Mujtaba,tetapu disebutkan dalam As-Sunan Al-Kubra. Namun, hal ini tidak selamanya begitu, karena Imam An-Nasa’I telah mencantumkanbbeberapa ta’liq dan beberapa hadits dalam Al-Mujtaba yang tidak dicantumkan dalam kitab As-Sunan Al-Kubra. Yang memuat 5.671 hadits yang termasuk dalam Kutubu As-Sittah
• Al-Mujtaba
Kitab ini dalah karta Imam An-Nasa’I yang termashur. Sedang syarah kitab yang paling terkenal adalah syarah yang dilakukan Jalaluddin As-Suyuthi dengan Haisyiyah As-Sanadi cetakan Darul Kutub Al-Ilmiah
• Tafsir An-Nasa’i
Imam An-Nasa’I juga memiliki karya yang lain sebagaiman disebutkan Fu’ad Sazkin dalam tarikh At-Turats yang diantaranya adalah’ Ash-Dhu’afa wa Al-Matrukin, Tasmiyatu Fuqaha’ Al-Amshar min Ashabi Rasulillah wa Man Ba’dahu min Ahli Madinah, Tasmiyatu Man lam Yarwi’anhu illa Rajul Wahid,’Amal Al-Yaum wa Al-Laolah dan kitab Al-Jum’ah. Sebagian kitab ini telah di cetak dan beredar dimasyarakat. Wallahu A’lam
F. Syaratnya dalam Sunan Al-Kubra dan Al-Mujtaba
Abu Amr Ash-Shalah telah mngatakan dalam kitab Miqaddimahnya dari Abu Abdillah bin Mandah bahwasanya ia pernah mendengar Muhammad bin Sa’ad Al-Barudi di Mesir berkata, ‘ diantara madzhab Abu Abdirrahman An-Nasa’I adalah meriwayatkan haids dari perawi yang para ulama ahli hadits tidak sepakat meninggalkan hadits riwayatnya
Ayarat Abu Abdirrahman An-Nasa’I ini sebagaimana syarat yang telah ditetapakan Abu Dawud. Atas semua ini, Al-Iraqi telah mengisyaratkan dalam kitabnya
Madzhab An-Nasa’I meriwayatkan orang yang tidak sepakat
Para ulama meninggalkanya yang mana madzhab ini adalah madzhab yang agak longgar
Perkataan Al-Iraqi, madzhab Imam An-Nasa’I longgar” adalah tidak menghendaki ijma’ secara khusus. Hal ini berbeda dnegan pengertian Ibn Hajar bahwa’ madzhab Imam An-Nasa’i longgar” adalah menghendaki ijma’ secara khusus. Alas an Ibn Hajar adalah bahwa setiap kritikus perawi hadis dalam setiap thabaqahnya itu tidak lepas dari Mutasayaddid (keras atau ketat) dan Mutawassuth (moderat).
Termasuk thabaqah Mustasyaddid yang pertama adalah syu’bah ketat. Kedunay adalah yahya bin Said Al-Qaththan dan Ibnu Mahdi dengan criteria Ibnu Qathtahan lebih ketat. Ketiganya adalah yahya bun Ma’in dan Ahmad bin Hmabal dnegan criteria Ibn Main auh lebih ketat.
Iamam An-Nasa;I berkata, “dalam kitabku ini, aku akan meriwayatkan dari perawi hadits sepanjang para ulama ahli hadits tidak bersepakat untuk meninggalkanya
Contoh misalkan” apa bila seorang perawi menurut Ibn Mahdi tsiqah, sedang menurut Yahya bin Saud Al-Qaththan dhaif, maka perawi yang demikian ini tidak aku tinggalkan karena Yahya Al-Qaththan adalah kritukus yang mutasyaddid. Dengan demikian halnya, maka dalam hato seseorang dengan cepat akan mengatakan bahwa madzhab Imam An-Nasa’I adalah muttasa (cenderung longgar). Padahal, sebenarnya tidak demikian. Dalam kenyataanya dia tidak banyak meriwayatkan dari para perawi yng telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Bahkan lebih dari itu, Imam An-Nasa’I juga tidak meriwayatkan hadits sebagai perawi shahihain
Ahmad bin Mahmud Ar-Ramli berkata,”aku telah mendengar Imam An-Nasa’I berkata, “kerika kau berniat hendak mengumpulkan hadits dalam kitabku ini, maka aku beristiharah terlebih dahulu unutk memohon petunjuk dari Allah SWT.dalam meriwayatkan beberapa hadits dari beberapa perawi. Hal itu aku tempauh karena pada perawi hadits tersebut dapat sesuatu mengganjal dalam hatiku. Padahal akhirnya, aku lebih memilih untuk tidak meriwayatkanya, padahal hadits tersebut sudah akau miliki dnegnas anad yang ‘ali”
Olehkarena itu An-Nasa’I dalam meriwayatkan Sunan An-Nasa;I lebih mendekati shahih daripada kitab-kitab hadits yang lain. Dan juga kitab kary Imam An-Nasa’I ini adalah kitab paling bagus dan paling teratur di antara kitab As-Sunan uang lian. Susunan dalam Sunan An-Nasa’I menggunakan metode penggabungan antara Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim ditambah banyak keterangan tentang illat hadits.


KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan
• Imam An-Nasa’I bukan saja dalam ahli hadis. Tapi, juga ahli fiqih dan juga ahli biografi sehingga mampu menulis tantang keagungan Ali bin Abi Thalib.
• Imam An-Nasa’I juga menulis kitab, diantara kitab yang agung adalah kitab Sunan An-Nasa’I yang merupakah revisi dari kitab sebelumya yaitu Al-Kubra yang isinya masih tercampur dengan hadis-hadis dhaif belum di seleksi, oleh sebabnya dengan Sunan An-Nasa’I telah terkumpul dengan hadits-hadits yang shahih.
• Dengan keagungan kitabnya, Imam An-Nasa’I di akui sebagai orang ulama hadits yang kompeten dan sanggat berhati-hati dalam memilah hadits. terbukti dari pengakuan para ulama dan murid-muridnya.



DAFTAR PUSTAKA
60 biografi ulama salaf. Jakarta:pustaka Al-Kautsar,2006
Ensiklopedi Islam. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996 Ash-Shiddieqi, TM. Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Yakub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000

.

Tidak ada komentar: